Saya sangat bersyukur ketika si Kakak mengutarakan niatnya masuk pondok, saat duduk di kelas 4. Dia ingin memperdalam ilmu agama. Di kelas 5, kami mulai mengajaknya berkunjung ke salah satu Pondok. Kebetulan ada kakak kelasnya yang masuk, jadi sekalian mengantar, bisa survey. Dia seperti langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Syukurlah, cinta itu tidak berubah, meskipun saat pengumuman diterima, ia mendapat tempat di lokasi yang berbeda.
Saya dan ayahnya sama sekali tidak pernahh menjadi warga pondok, jadi kami juga blank tentang apa dan bagaimana. Kami banyak bertanya pada yang sudah pernah, tetapi tetap saja ada hal-hal unpredicted.
Buku ini dibeli oleh si Kakak, saat pondok mengadakan talkshow dengan penulisnya. Jadi buku ini bertandatangan ori lho.
Tapi yang lebih penting, apa yang disampaikan di dalamnya.
Saya yang non alumni pondok, jadi tahu kalau di pondok, memang khas dengan kegiatan yang padat, disiplin tinggi, banyak waktu yang mepet, tetapi juga banyak waktu untuk belajar dan mengembangkan bakat.
Bagi anak baru (dan orang tuanya), sudah pasti akan muncul masalah kerinduan dan kaget dengan situasi baru. Ada saran-saran manis, dengan bahasa yang mudah diterima dari penulisnya.
Setelah membaca buku ini, saya merasa mendapat pencerahan. Saat ini, memang saya sudah ikhlas dan percaya pada si Kakak dan pondoknya. Tetapi isi buku ini membuat saya semakin yakin atas pilihan ini.
Insya Allah buku ini sangat tepat dibaca orang tua yang merencanakan memasukkan junior ke pondok. Kita akan mendapat banyak masukan baru menguatkan ananda jika suatu saat dia (dan saya) down.
"Tarju annajata wa lam tasluk masalikaha. Inna safiinata la tajri 'ala alyabasi"
Kamu mengharapkan kesuksesan tetapi kamu tidak menempuh jalannya, maka ketahuilah sesungguhnya perahu itu tidak berlayar di daratan (Mahfuzhat) (halaman 19)
0 Komentar