Hari ini kembali diingatkan oleh Mas Menteri, bahwa dalam masa pandemi, kita tidak perlu methenteng mengejar ketercapaian materi sesuai kurikulum.
Logis, ya. Belajar secara daring itu beda banget dengan tatap muka. Jadi mo ngejelasin dan menangkap pemahaman siswa itu tantangan. Jadi, saya pikir belajar kimia aplikatif bakal berguna banget, tidak hanya bagi kami yang sedang di sekolah, tetapi juga semoga banyak teman yang lain.
Hari ini kita ngobrolin kopi, yuk. Sore ini saya merasa mager karena dapat buku baru yang menarik. Biar magernya asik, saya membaca sambil ditemani secangkir kopi. Ayo Ngopi.
Ada yang enggak suka minuman kopi? Ayo, ngacung. Jujur saja. Itu bukan aib, kok. Tenang, Anda banyak teman. He he.
Meski sangat populer, tetap saja masih banyak orang yang tidak suka minum kopi. Enta karena rasanya yang pahit, entah karena belum ketemu saja sama racikan yang pas.
Saya dulunya bukan penggemar kopi. Sekarang juga bukan, jika yang disebut penggemar adalah orang yang punya jadwal rutin ngopi racikan tertentu atau ngadem di sebuah kafe khusus karen sudah cocok dengan produknya.
Saya lebih suka menyebut diri Penikmat Kopi Pagi. Bagi saya, saat bangun tidur, anak dan suami masih lelap, trus saya punya waktu santai sambil menjerang air, menuangnya ke bubuk kopi, mengaduk sambil menghirup aromanya, lalu mencecap sesendok demi sesendok, Alhamdulillah. Me time. Insya Allah setelahnya merasa segar.
Ada apa dengan kopi?
Kandungan penting dalam kopi salah satunya adalah kafein. Kafein (C8H10N4O2) Atau disebut juga dengan nama kimia 1,3,7-Trimethylpurine-2,6-dione senyawa alami yang banyak ditemukan pada biji kopi, teh, cocoa, dan banyak tumbuhan lain.
Senyawa ini tergolong antioksidan yang berdasarkan buku referensi saya dapat
- memulihkan kerusakan otot,
- melejitkan daya pikir, daya ingat, dan kemampuan menyelesaikan masalah,
- meningkatkan konsentrasi,
- memperbaiki suasana hati,
- menghilangkan rasa sakit,
- bahkan dapat digunakan dala pengobatan dan diet.
Namun, patut disadari bahwa setiap manusia terlahir dengan keistimawaan masing-masing. Termasuk dalam hal toleransi terhadap kafein.
Jadi, jika teman Anda baik-baik saja minum tiga cangkir kopi hitam sehari, Anda bisa saja sudah merasakan jantung berdebar ketika baru mencicipi beberapa teguk.
Jadi, jika minum kopi bukanlah kebiasaan Anda, namun sedang harus menikmatinya, mulailah dari racikan kopi yang kadar kopinya sedikit alias lebih banyak unsur tambahannya seperti susu. Anda bisa menanyakan hal ini pada barista di tempat Anda membeli kopi.
Selain itu, hindari minum kopi menjelang jam istirahat. Memang ada sebagian orang yang tidak pengaruh, tetapi kebanyakan orang menjadi 'melek' setelah minum kopi. Akibatnya jam istirahat terganggu yang bakal berimbas pada hari berikutnya.
Cara menyeduh kopi menurut guru saya di CCSTP Jember adalah dengan menuangkan air mendidih dengan suhu 95°C. Kalau tidak punya termometer, setelah mendidih, matikan api. Tunggu hingga gelembung udara hilang. Nah, itu suhu sekitar 95°C.
Suhu ini tidak merusak kafein, tetapi ideal untuk mengekstraknya dari bubuk kopi.
Lebih baik lagi, minum kopi apa adanya alias tidak menambahkan gula atau susu, atau apalah. Tetapi kembali pada selera, ya.
So, ayo ngopi.
Kafein itu sehat, selagi diminum sesuai kebutuhan dan dosis yang tepat.
Kafein itu sehat, selagi diminum sesuai kebutuhan dan dosis yang tepat.
Referensi: Weinberg & Bealer, 2002. The Miracle of Caffeine. Bandung, Qanita.
0 Komentar