|
Sumber gambar: pixabay |
Saat tulisan ini dibuat, saya tengah melewati hari pertama setelah muncul hasil swab positif, meskipun di aplikasi peduli lindungi status saya masih hijau.
Ceritanya, minggu lalu di lingkungan kerja saya ada yang terkonfirmasi positif. Dilakukanlah tes dan dapatlah kami kabar bahwa yang positif 9 orang. Ini terjadi pada hari Kamis, 10 Februari 2022.
Alhasil, mulai hari itu pula kami kembali WFH karena lokasi disterilkan. Kami disarankan untuk isoman, sebab bisa jadi masing-masing membawa virus dan tidak ada gejala itu 'hanya' sebuah masa inkubasi.
Saya tidak merasakan gejala apapun, tetapi patuh saja. Jum'at 11 Februari saya sudah mulai menutup pintu dan tidak berinteraksi dengan rumah sebelah.
Jum'at malam, suami saya pulang kerja dalam kondisi kehujanan. Badannya deman tinggi, sekitaran 39,4. Batuk parah sehingga kami sama-sama kurang tidur.
Sabtu, 12 Februari 2022, demam suami masih tinggi. Saya tetap tidak bergejala. Saya umumkan ke rumah sebelah kalau kami isoman. Fix tidak ada interaksi secara offline dengan yang lain. Selain makanan bergizi, suami saya treatment dengan air lemon, air perasan kunyit, madu, hingga tablet vitamin C dan B kompleks, ditambah sebutir paracetamol. Kami juga mendapatkan kabar bahwa dua dari belasan rekan kerja suami berstatus positif dari cluster keluarga. Keluarga teman ini konon mendapat gejala dari cluster sekolah. Alhamdulillah, sorenya demam sudah turun, tetapi ia mengeluhkan badan pegal-pegal, terutama paha. Batuk masih lanjut, ditambah pilek.
Minggu, 13 Februari 2022, suami masih bapil. Saya mulai merasa kelelahan yang tidak biasa. Sepagian itu saya tiduran, walau urusan masak dan bebersih tetap saya kerjakan. Malamnya, saya mulai batuk-batuk dan dengan suhu biasa, tetapi rasanya dingin. Terapi lemon berlanjut, ditambah dengan ramuan kunyit, jahe, serai, asam, dan gula merah.
Senin, 14 Februari 2022, suami mulai terlihat mendingan meski bapil dan pegalnya masih ada. Ganti saya yang batuk semakin parah, badan tidak keruan, pilek, sakit kepala, tenggorokan sakit, dan suhu tubuh naik. Selesai makan malam, saya batuk parah sampai (maaf) muntah segala. Makanan bergizi dan ramuan terus berlanjut.
Selasa, 15 Februari 2022, suami masih bapil dan pegal-pegal. Kondisi saya semakin parah. Selasa pagi yang mestinya saya isi dengan wisuda, akhirnya saya hadir off cam, sedangkan manusianya tidur di depan layar wisuda. Suami sampai heran, kok tidak terdengar batuk? Ternyata tidur nyenyak di depan laptop. He he he. Malamnya saya kedinginan parah saat mau berangkat tidur. Saya sampai perlu tiga selimut untuk merasa nyaman. Ditambah pegal-pegal di kaki dan seluruh badan yang kalau dipijiti malah menyakitkan, rasanya mirip seperti waktu bukaan 8-9 mau lahiran. Tetapi tengah malam walau suhu udara rendah, saya terbangun dalam kondisi keringatan. Ini titik terberat, sampai saya memikirkan bagaimana nanti sakitnya sakaratul maut? Seharusnya setelah ini saya lebih insyaf.
Rabu, 16 Februari 2022. Suami masih bapil dan pegal. Saya sudah merasa jauh lebih baik. Tinggal batuk, pilek, tenggorokan sakit, suhu tubuh sudah normal, dan pegal di kaki. Mulut berasa pahit. Saya ikut tes swab dan hasilnya positif. Kami kabarkan ke tetangga untuk lanjut isoman.
Hari ini, Kamis, 17 Februari 2022. Kondisi kami sudah jauh lebih enakan. Bapil dan pegal masih lanjut. Selera makan turun walau mulut tidak lagi berasa pahit. Dalam kondisi normal, saya suka makan kue nih. Saat ini ditawari aneka kue saya tetap tidak tertarik. Tetapi saya punya kecenderungan khusus untuk tetap suka makan apel Fuji. Hmm.
Dari berbagai sumber dan diskusi, saya menarik benang merah bahwa kondisi terburuk sudah saya lalui di hari Senin dan Selasa itu. Maka saya pikir sudah saatnya mencatat beberapa hal, seperti 5 tips buat kamu yang sedang disamperin Omicron:
1. Tetap tenang dan optimis
Kalau kita tenang, kita bisa berpikir dengan baik pada setiap kondisi. Setidaknya, tidak membikin kehebohan dan merepotkan orang lain sehingga bisa mencegah penularan. Lakukan literasi, karena sudah banyak sekali yang menjelaskan informasi terkait omicron. Selalu optimis bahwa diri ini bisa menjadi bagian dari alumni omicron.
2. Kenali gejala, segera isoman
Gejala omicron mirip flu biasa, beda tipis bahwa flu biasa umumnya bergejala batuk, pilek, bersin, tenggorokan sakit, terkadang ditambah deman dan sakit kepala. Sedangkan Omicron umumnya mengalami pilek, bersin, tenggorokan sakit, sakit kepala, terkadang disertai batuk, demam, kedinginan, diare, bahkan ada yang sampai sesak dan kehilangan penciuman (tetapi dua ini jarang).
Banyak juga orang yang menyebut bahwa di musim seperti ini, flu sering terjadi. Tetapi yang saya rasakan memang tidak seperti flu biasanya, ada rasa sakit badan itu yang hmm banget.
Kesadaran kita untuk segera isoman dapat mencegah orang lain tertular. Keluar jika dan hanya jika kita memang harus keluar, misalnya menuju tempat tes.
3. Makanan dan Minuman Bergizi
Bagaimanapun, dalam kondisi tidak sehat, tubuh perlu nutrisi lebih untuk memenangkan pertempuran melawan Omicron. Jadi sayangi tubuh kita dan bantu dengan makanan dan minuman bergizi. Bergizi itu tidak harus mahal. Tidak harus vitamin E merek apalah, susu kalengan merek itulah, atau telur inilah.
Saya mengandalkan telur biasa yang dijual tetangga, tempe yang memang rutin lewat di depan rumah, sayur dari Kang Sayur keliling, serta sayur organik tanaman sendiri. Hanya saja jumlah dan jenisnya kan masih terbatas. Variasi juga perlu, makanya masih berteman dengan Kang Sayur. Minumannya, Kang Susu langganan sudah jarang lewat (semoga dia sehat-sehat saja), jadi kami mengandalkan ramuan herbal, perasan lemon, dan air minum biasa. Sesekali ngopi atau ngeteh juga saat WFH.
4. Suplemen
Ini penting banget untuk membantu memaksimalkan. Suami saya punya stok vitamin C dan B kompleks pemberian kantor. Hanya saja saya alergi dengan salah satunya. Saya lebih mengandalkan ramuan herbal, buah, dan madu.
Menurut saya, Anda bisa memilih suplemen sesuai selera dan kondisi.
5. Rutinitas yang tidak membosankan
Apa acara selama isoman? Dianya WFH dengan segala kehebohan, karena dalam kondisi normal, ada masalah bisa langsung ketemu rekan dan atasan untuk diskusi. Lha ini harus telpon-telponan, yang mana suara suami juga masih terpengaruh batuk. Kelihatannya rada repot he he he.
Kalau saya sebagai guru ya PJJ gitu. Tentunya anak-anak mengeluh karena bagaimanapun mereka sudah sempat mencicipi asyiknya belajar secara tatap muka. Baru kerasa asyiknya, eh balik PJJ lagi. Tak apa. Mari kita buat lebih bervariasi. Saya memanfaatkan Google Classroom (GCR) yang terintegrasi dengan G-Form dan beraneka fasilitas lain. Saya lebih mentargetkan mastery, bukan selesainya kurikulum. Jadi ya ada waktunya mereka saya kasih link web atau video yang bermanfaat dan berhubungan dengan materi kami.
Di luar jam mengajar, saya menulis, mengedit tulisan untuk web www.agus.or.id, berkebun, merapikan rumah, menyeterika, hingga membuat pernik apalah. Terkadang berdua nonton drakor juga lho. Saya pengen tahu dia bisa termehek-mehek nggak sih wkwkwk.
Selain itu, saya jadi rajin berinteraksi di medsos. Komen story teman, cerita-cerita, sesekali godain murid yang story-nya rada aneh. Cerita-cerita gitu membuat hati ringan, saling tahu kondisi, bahkan saling menyemangati dan mengingatkan. Ada support system gitu.
Saya juga jadi rajin posting produk, padahal kalau misal ada yang beneran beli, jadi masalah baru nih. Jadi sementara ini silakan dilihatin dulu saja ya. :p
Intinya, saya nggak mau merasa bosan di rumah sendiri. Variasikan kegiatan, sesuai minat, tentunya. Besok rencana mau bikin wall hanging macrame, nih. Ada yang mo nyimak? Wkwkwk.
Percayalah. Sudah banyak alumni Omicron. Jadi disamperin Omicron bukanlah akhir. Semoga 5 tips buat kamu yang sedang disamperin Omicron di atas bermanfaat.
Tetap sehat. Tetap semangat. Tetap kreatif. Tetap bermanfaat. Aamiin.
0 Komentar